Pandanganku
pada langit tua. Cahaya bintang berkelap kelip mulai hilang oleh kesunyian malam. Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan
gelap. Cahaya bulan malam ini begitu indahnya. Hari ini benar-benar hari yang
melelahkan. Konflik dengan orang tua karena tidak lulus sekolah. Hari ulang
tahun yang gagal di rayakan. Dan hadiah sepeda motor yang terpaksa di kubur
dalam-dalam karena tak lulus, belum lagi si adik yang menyebalkan. Teman-teman
yang konvoi merayakan kemenangan, sedang aku?
Hari-hari
yang keras kisah cinta yang pedas. Angin malam berhembus menebarkan senyumku
walau sakit dalam hati mulai mengiris. Sesekali aku menghapus air mataku yang
jatuh tanpa permisi. Sakit memang putus cinta.
Rasanya
beberapa saat lalu, aku masih bisa mendengar kata-kata terakhirnya yang terngiang-ngiang
merobek otak ku.
“Sudah
sana… Kejarlah keinginanmu itu!, kamu kira aku tak laku, jadi begini sajakah
caramu, oke aku ikuti.. Semoga kamu tidak menyesal menghianati cinta suci ini”.
Beberapa kata yang sempat masuk ke hpku, diikuti telpon yang sengaja ku matikan
karena kesal atau muak.
Aku
termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit.
“Selamat
malam..? Sorry Mbak, kayanya lagi sedih banget boleh aku minta
duitnya..”, seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan yang
tak beraturan.
Ia
mengeluarkan sebilah pisau lipat dan mengancamku. Aku hanya terdiam tak
berkata, membuatnya sedikit binggung. Aku meraih tas di sampingku dan
menyerahkan padanya. “Ini ambil semua.. Aku tak butuh semua ini… Aku hanya
ingin mati…!”. Aku melemparkan tas ke hadapannya yang disambut dengan senyum
picik dan ia pun menghilang di gelapnya malam.
Aku
bangkit berdiri dan berjalan menyusuri malam, berdiri menatap air sungai yang
mengalir airnya deras. Di sini, di atas jembatan tua ini, angin sepoi-sepoi
menyerang tubuh ku. Aku berdiri menatap langit yang bertabur bintang, rasanya
tak ada yang penting bagiku sekarang. Perlahan-lahan aku berjalan menaiki
jembatan dan berdiri bebas. Menutup mata dan tinggal beberapa senti lagi aku
akan terjatuh. Aku perlahan mengangkat kaki kananku dan…?
Tiba-tiba
sosok pemabuk yang menodong pisau padaku ku tadi, menarik baju ku dan menampar
pipiku kuat, keras sekali tamparannya
“Ini
uang dan tas mu…!! Aku tak butuh..! Aku lebih baik mati kelaparan dari pada
melihat wanita lemah sepertimu”, ia menarik ku turun dan melemparkan tasku di
atas tanah.
Dan
ia berlalu pergi. Aku bangkit dan meraih tas ku kembali menyusuri tangga
turun. Sosok yang tadi, pria mabok yang ternyata seumuran denganku, di sekujur
tubuhnya penuh tato dan tubuhnya kurus sekali. Ia berdiri termenung pada tangga
jalan. Sesekali menatap langit dan menghapus air matanya.
“Boleh
aku berdiri di sini bersamamu? Aku menyapanya, tapi ia hanya terdiam membisu”.
Aku berdiri di sampingnya menunggu sampai kapan ia akan berdiri pergi dari
sini.
“Kenapa
kamu menamparku..? Kenapa kamu menolongku..? Aku sudah tak berarti lagi. Pria
yang ku cintai bertahun-tahun mencapakanku dengan tuduhan yang tak jelas, aku
memulai pembicaraan”.
Dengan
sesekali menghapus air mata akibat dari gejolak di hatiku. “Apa kamu akan terdiam
atau aku telah mengusikmu?”. Aku melihatnya dan ia balik menatapku tajam. Aroma
alkohol dari mulutnya jelas tercium saat ia bicara “maafkan aku..? Sungguh aku
minta maaf, menurut ku kamu terlalu lemah, masalah apapun jangan berhenti untuk
bangkit, bukankah setiap hari kita merasakan hal yang sama? Ia berkata sembari
mengulurkan tangannya yang ternyata cuma 2 jari yang utuh. Aku mulai merinding
karena sedikit takut. Sehingga aku tak membalas uluran tangannya. “Kaget ya Mbak?.
Jari ku yang lain di potong oleh preman karena persaingan. Hidup di jalan
seperti ku ini, hawanya sangat dingin dan penuh nyali besar, bahkan untuk
tertidur saja itu sulit. Harus rela kedinginan, digigit nyamuk dan tempatku
tertidur hanya di emperan toko. Dan kalau sudah penuh oleh gembel lain,
terpaksa aku harus mencari tempat lain yang menurutku layak. Maaf bila aku
mengambil tas mu. Aku butuh makan, sudah 3 hari aku tidak makan, sisa makanan
di tong sampah sudah membusuk karena hujan kemarin. Biasanya aku mencari
secerca kenikmatan di sana yang masih bisa layak ku telan, rasa lapar tak akan
bisa membuatku jijik. Setiap hari saat membuka mata yang Anda ingat hanya perut
dan perut”. Ia terdiam dan mengalihkan pandanganya luas menembus angkasa,
langit malam ini. Aku hanya terdiam terpaku dengan mulut terbuka, betapa aku
tak percaya setengah mati. Bagaimana mungkin seandainya sekarang aku berada di
posisi ini? Aku yang terlahir dari keluarga sederhana namun penuh kehangatan,
uang bukan masalah, aku hanya meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuaku
mendapatkannya, semuanya cukup, tapi ternyata itu bukan kebahagian, itu nafsu
sesaat. Aku memang memiliki segalanya tapi tidak dengan cinta, selalu ada yang
kurang setiap hari. Tanpa kebersaman, kita mati. Terutama pentingnya mensyukuri
apa yang ada. Aku menarik tangan dan menjabat tangannya kuat-kuat yang tinggal
dua jari meski sedikit risih karena aneh menurutku. Aku memberinya sedikit
pelukan hangat. Ia tersenyum memamerkan mulutnya yang bau alkohol dan bau WC
umum. Aku menyerahkan tas ku padanya. “Ambillah.., aku tak mengenalmu tapi Kamu
memberi ku banyak alasan hari ini, kenapa aku harus kuat menghadapi hidupku
sekarang dan nanti, bukankah hidup harus tetap di jalani. Aku sadar masih punya
segalanya, bodoh sekali cuma karena cinta semangatku hilang, belum tentu ia
jodohku, belum tentu ia juga memikirkan hal yang sama, rasa sakitku”. Aku
berlari menuruni tangga meninggalkan ia sendiri yang masih terdiam menatap
kembali langit yang menampakan bintang-bintang kecil yang berkelip dengan
jenaka, seakan hari ini tak akan berlalu.
Ketika
aku akan menapaki jalan. Kekasihku sedang berdiri di depanku dengan bunga mawar
banyak sekali di tangannya, sementara di belakangnya orang tua dan adikku yang
berdiri di samping mobil, kami saling terdiam untuk beberapa saat ia memulai,
“maafkan aku Sayang, ternyata aku yang salah menilaimu, makasih ya?, sudah
membuat hidupku lebih berharga karena ini”. Ia menyerahkan bunga dengan sebuah
diary usang punyaku, yang entah dari mana ia mendapatkannya. Tapi di sinilah
aku bisa menulis menitikan setiap masalah, rasa banggaku atas kekasihku ini.
Aku memeluk erat tubuhnya lama kami terdiam di iringi tangis dan canda
menghiasi malam, sementara kedua orang tuaku tersenyum senang. Aku mengajak
kekasihku menaiki tangga untuk mengenalkan pada orang yang mengajarkanku banyak
hal. Khususnya arti bersyukur. Kami menapaki jalan tangga dan melirik
sekeliling dan mencari namun sosok itu hilang tak berbekas? Kami turun dan kami
pergi ke mall bersama orang tua dan adik ku untuk merayakan ulang tahunku.
Walaupun
tetap aku tak dapat sepeda motor karena tak lulus tapi bukan berarti kehangatan
ini harus berakhir.
By. Isfi Zakaria
isfizakaria@gmail.com
0 komentar:
Posting Komentar